
MimbarKieraha.com – Dunia kesehatan di Halmahera Selatan kembali diguncang isu serius. Sejumlah tenaga medis yang merupakan pegawai PPPK di Puskesmas Gandasuli, Kecamatan Bacan Selatan, diduga kuat membocorkan hasil pemeriksaan medis seorang pasien ke publik tanpa seizin yang bersangkutan, Rabu 24/09/2025.
Peristiwa ini berawal pada Juni 2025 ketika korban menjalani pemeriksaan kesehatan sebagai syarat persiapan pernikahan pada 14 Juni. Namun, hasil pemeriksaan laboratorium tidak pernah disampaikan langsung kepada korban.
Tiga bulan kemudian, muncul dugaan kuat bahwa informasi medis korban bocor ke publik, bahkan dengan isu bahwa pasien mengidap penyakit sifilis, padahal korban sendiri belum pernah menerima keterangan resmi dari pihak puskesmas.
Data medis yang seharusnya bersifat rahasia itu diduga pertama kali dibocorkan oleh seorang perawat laboratorium berinisial Fit/Fitria. Informasi tersebut kemudian disebut-sebut diteruskan kepada staf PPPK Puskesmas Babang bernama Riska.
Dari tangan Riska, isu itu diduga menyebar hingga ke sepupu korban, Putri, yang kemudian memberitahukannya kepada suami serta kerabat korban.
Merasa tidak yakin, Putri sempat mengintrogasi salah satu perawat Puskesmas Gandasuli bernama Ulfa. Namun Ulfa menepis tudingan tersebut.
“Saya sendiri tidak tahu terkait isu atau hasil itu. Jangan sembarangan, jangan sampai isu ini tidak benar adanya,” ujar Ulfa kepada korban.
Korban sendiri mengaku sangat terpukul. “Saya kaget dan hancur saat mendengar kabar itu. Bagaimana mungkin saya tidak tahu hasil pemeriksaan saya sendiri, tetapi orang lain sudah lebih dulu tahu,” ungkapnya dengan nada getir.
Pihak keluarga juga mengecam keras dugaan kebocoran data medis ini. “Ini bukan hanya soal aib, tapi sudah menghancurkan kehidupan rumah tangga saudara kami. Kami minta agar pelaku diproses sesuai hukum yang berlaku,” tegas salah satu kerabat korban.
Jika benar terbukti, kasus ini bukan hanya melanggar sumpah profesi tenaga medis, tetapi juga etika ASN bagi pegawai PPPK. Padahal, Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 menegaskan bahwa tenaga medis wajib menjaga rahasia kedokteran.
Tindakan membocorkan informasi pasien juga dapat dijerat Pasal 322 KUHP tentang rahasia jabatan, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) apabila penyebaran dilakukan melalui media digital.
Bahaya dari dugaan kebocoran data medis tidak bisa dipandang remeh. Dampaknya bisa mencoreng reputasi, memicu stigma sosial, hingga menghancurkan rumah tangga, sebagaimana yang dialami korban.
Jika kasus semacam ini dibiarkan, masyarakat berisiko kehilangan kepercayaan terhadap layanan kesehatan, bahkan enggan berobat karena takut data pribadinya disalahgunakan.
Skandal dugaan kebocoran data medis ini tidak lagi sekadar pelanggaran etik, melainkan indikasi tindak pidana serius. Rasa malu, tekanan psikologis, hingga keretakan rumah tangga yang dialami korban menjadi bukti nyata bahwa kelalaian tenaga medis dapat berdampak sangat destruktif bagi kehidupan seseorang.
Menanggapi kejadian ini, korban bersama keluarganya menegaskan akan melaporkan kasus tersebut secara resmi ke Polres Halmahera Selatan. Langkah ini ditempuh bukan hanya demi mencari keadilan pribadi, tetapi juga untuk memastikan agar peristiwa serupa tidak kembali terjadi pada pasien lain.
Kini, bola panas berada di tangan Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan, dan Aparat Penegak Hukum. Publik menanti tindakan nyata. Jika mereka tetap berdiam diri, maka negara dinilai telah gagal melindungi hak paling mendasar warganya: hak atas privasi dan martabat sebagai manusia.
Hingga berita ini dipublikasi upaya konfirmasi oleh awak media ke pihak puskesmas Bacan Selatan serta para pihak yang terlibat sedang di upayakan.
Red/Yus
Social Footer