Breaking News

Independensi BI Dipertaruhkan, Skema Burden Sharing untuk Program Prabowo Tuai Kritik.

Ilustrasi uang/Foto: Getty Images/Richard Darko

Jakarta, MimbarKieraha.com - Bank Indonesia (BI) kembali mengambil langkah kontroversial dengan menjalankan skema berbagi beban alias burden sharing untuk mendukung program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan ini ditempuh melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder dengan realisasi Rp200 triliun.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan bentuk sinergi kebijakan fiskal dan moneter untuk menopang program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita. “Dukungan Bank Indonesia ditempuh tetap sesuai dengan kaidah kebijakan moneter yang berhati-hati,” ujar Denny dalam keterangan tertulis, Kamis (4/9/2025).

Namun, kalangan ekonom menilai kebijakan ini berpotensi menggerus independensi BI. Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira Adhinegara, bahkan menyamakan kondisi ini dengan era Dewan Moneter pada masa Orde Baru. “Independensi BI makin tidak ada. BI rasa Dewan Moneter Orde Baru,” kritik Bhima, Jumat (5/9/2025).

Dewan Moneter kala itu mengendalikan arah kebijakan moneter, kredit, dan perbankan dengan posisi Menteri Keuangan sebagai ketua. Padahal, sejak 1999, BI telah diposisikan sebagai bank sentral independen, bebas dari intervensi politik dalam menetapkan kebijakan.

Selain independensi, ancaman inflasi juga menjadi sorotan. Bhima memperingatkan bahwa peningkatan jumlah uang beredar akibat pembelian SBN berisiko mendorong inflasi apabila tidak diimbangi dengan kenaikan permintaan riil. “Ancaman inflasi akibat uang beredar naik, tidak disertai kenaikan permintaan riil,” jelasnya.

Lebih jauh, kredibilitas fiskal pemerintah diprediksi ikut tertekan. Menurut Bhima, jika burden sharing dijadikan instrumen pembiayaan rutin, maka peringkat utang Indonesia atau sovereign bond rating berpotensi diturunkan. Ia menyoroti secara khusus pembiayaan program Kopdes MP (Merah Putih) yang dinilai bermasalah. “Rating utang pemerintah terancam downgrade karena BI membiayai program yang bermasalah terutama Kopdes MP,” tegasnya.

Bhima mengingatkan bahwa burden sharing sejatinya hanya relevan di masa krisis, seperti pandemi COVID-19. Kebijakan serupa di luar situasi krisis justru mengundang pertanyaan serius soal tata kelola ekonomi. “Burden sharing dilakukan tidak pada saat krisis, kecuali memang pemerintah dan BI menganggap saat ini kondisi krisis,” pungkasnya.

Apabila peringatan ini diabaikan, risiko jangka panjang berupa tergerusnya reputasi fiskal Indonesia bisa menjadi kenyataan. Kredibilitas yang selama ini dibangun lewat disiplin moneter dapat luntur, dan BI tak lagi dipandang sebagai otoritas independen.


Red ; Kapita

Iklan Disini

Masukan Kata yang mau dicari

Close