
MimbarKieraha.com — Aktivitas pertambangan galian C milik CV. Inti Kara di Dusun Sungaira, Desa Wayamiga, Kecamatan Bacan Timur, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), kembali menuai sorotan tajam, Rabu 29/10.
Perusahaan yang diketahui milik Haji Ali Abusama itu diduga kuat beroperasi di kawasan sepadan sungai, yang berpotensi menimbulkan longsor dan kerusakan lahan pertanian milik warga sekitar.
Selain melanggar aturan tata ruang dan lingkungan, perusahaan ini juga disinyalir menggunakan BBM bersubsidi jenis solar dalam kegiatan operasional alat beratnya.
Dugaan pelanggaran tersebut memicu reaksi keras dari Pengurus Besar Forum Mahasiswa Maluku Utara (PB FORMMALUT). Organisasi mahasiswa ini mendesak Polda Maluku Utara untuk segera menertibkan aktivitas pertambangan yang dinilai tidak mematuhi ketentuan perizinan, baik Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Ketua PB FORMMALUT, M. Reza A. Sidik, menyebut bahwa aktivitas penambangan di bibir sungai jelas bertentangan dengan aturan hukum dan berpotensi menimbulkan bencana ekologis.
“Secara regulasi, penambangan di sepadan sungai itu dilarang. Selain merusak ekosistem, hal ini juga meningkatkan risiko banjir dan longsor. Kami mendesak Polda Malut segera meninjau ulang izin IUP dan AMDAL milik perusahaan tersebut, tidak bisa dibiarkan tambang beroperasi di kawasan sepadan sungai,” Tegas Reza kepada wartawan.

Ia menambahkan, lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah dan instansi terkait menjadi penyebab utama munculnya berbagai pelanggaran di sektor pertambangan daerah.
“Kalau pengawasan lemah, perusahaan seenaknya melanggar. Ini bukan hanya soal izin, tapi juga soal keselamatan warga dan kelestarian lingkungan,” Tambahnya.
Selain persoalan lokasi tambang, PB FORMMALUT juga menyoroti dugaan penggunaan BBM bersubsidi jenis solar oleh perusahaan tersebut. Padahal, secara aturan, perusahaan tambang wajib menggunakan BBM non-subsidi karena tergolong kegiatan komersial berskala besar.
“Kalau benar menggunakan BBM subsidi, itu pelanggaran berat. Subsidi diperuntukkan bagi masyarakat kecil, bukan untuk perusahaan tambang,” Ujar Reza.
Sementara itu, dari hasil penelusuran di lapangan, material galian C berupa tanah dan pasir yang diambil dari kawasan sungai tidak langsung digunakan, melainkan ditampung di area perusahaan untuk dijual kembali kepada masyarakat maupun proyek konstruksi di wilayah Bacan Timur dan sekitarnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak CV. Inti Kara belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pelanggaran tersebut. Pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Halsel juga belum berhasil dikonfirmasi.
Red : Yus
Social Footer