MimbarKieraha.com – Tanah Halmahera Selatan kini bergejolak, bukan karena gempa bumi, melainkan gempa kemarahan yang mengguncang nurani masyarakat. Kasus dugaan korupsi di Desa Kusubibi, bagai bara api yang terus membakar, menyisakan asap kecurigaan dan abu kekecewaan.
Bukti-bukti penyimpangan anggaran senilai Rp 993 juta, yang seharusnya menjadi petir bagi para koruptor, justru seolah menjadi angin sepoi-sepoi yang tak berarti.
Audit Inspektorat, yang diharapkan menjadi pedang keadilan, justru terkesan tumpul dan berkarat. Berkas-berkas yang seharusnya menjadi bukti tak terbantahkan di meja Kejaksaan Negeri Halmahera Selatan, seolah sengaja ditahan, menunggu "angin segar" atau bahkan menjalankan "pesanan" gelap.
Fakta-fakta yang Terkubur dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat:
- Rp 594.697.000: Dana fiktif yang tak berwujud, bagai hantu yang menghantui mimpi-mimpi masyarakat Kusubibi. Uang yang seharusnya menjadi modal pembangunan, justru lenyap tanpa jejak, meninggalkan tanya dan curiga.
- Rp 168.700.000: Hak perangkat desa yang diduga digelapkan, bagai air mata yang jatuh di atas tanah kering. Para pekerja keras yang seharusnya mendapatkan upah yang layak, justru gigit jari, merasa dikhianati oleh pemimpinnya sendiri.
- Rp 20.600.000: BLT yang diduga disunat, bagai pisau yang mengiris hati warga miskin. Bantuan yang seharusnya menjadi penopang hidup di tengah kesulitan, justru dipangkas, menambah beban penderitaan mereka.
- Rp 210.039.236: Dana siluman yang tidak jelas alokasinya, bagai misteri yang belum terpecahkan. Uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat, justru mengalir ke kantong-kantong yang tak terlihat.
Total Rp 993 Juta raib tanpa jejak! Angka yang fantastis, yang seharusnya bisa mengubah wajah Desa Kusubibi menjadi lebih baik. Namun, kini hanya menjadi angka yang menghantui, menjadi simbol ketidakadilan yang merajalela.
Ironisnya, kasus ini bagai langit dan bumi jika dibandingkan dengan penanganan cepat kasus korupsi di Desa Samo. Kepala desa Samo yang diduga menyelewengkan dana sekitar Rp 500 juta, langsung diperiksa oleh kejaksaan.
Lalu, mengapa kasus Kusubibi seolah diistimewakan? Apakah ada kekuatan besar yang melindungi para pelaku korupsi?
"Ada apa dengan Inspektorat? Kenapa kasus ini didiamkan begitu lama? Jangan-jangan ada permainan di belakang layar!" Ujar seorang tokoh masyarakat dengan nada sinis, suaranya bergetar menahan amarah.
Masyarakat Halmahera Selatan menuntut keadilan! Mereka tidak ingin menjadi penonton bisu, menyaksikan uang rakyat dijarah oleh para koruptor.
Aparat penegak hukum harus segera turun tangan, membongkar semua kejanggalan, dan menyeret para pelaku korupsi ke pengadilan. Jangan biarkan Halmahera Selatan menjadi sarang koruptor.
Redaksi
Social Footer